Sabtu, 06 Desember 2014

Apa sih makna TABAYYUN??

Tabayyun secara bahasa memiliki arti mencari kejelasan tentang sesuatu hingga jelas benar keadaannya. Sedangkan secara istilah adalah meneliti dan meyeleksi berita, tidak tergesa-gesa dalam memutuskan masalah baik dalam hal hukum, kebijakan dan sebagainya hingga jelas benar permasalahannya.

Tabayyun adalah akhlaq mulia yang merupakan prinsip penting dalam menjaga kemurnian ajaran Islam dan keharmonisan dalam pergaulan. Hadits-hadits Rasulullah saw dapat diteliti keshahihannnya antara lain karena para ulama menerapkan prinsip tabayyun ini. Begitu pula dalam kehidupan sosial masyarakat, seseorang akan selamat dari salah faham atau permusuhan bahkan pertumpahan darah antar sesamanya karena ia melakukan tabayyun dengan baik. Oleh karena itu, pantaslah Allah swt memerintahkan kepada orang yang beriman agar selalu tabayyun dalam menghadapi berita yang disampaikan kepadanya agar tidak meyesal di kemudian hari,” Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan telitis (tabayyun), agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatan itu”.
Bahaya meninggalkan tabayyun
1. Menuduh orang baik dan bersih dengan dusta.

Seperti kasus yang menimpa istri Rasulullaah saw yaitu Aisyah ra. Ia telah dituduh dengan tuduhan palsu oleh Abdullah bin Ubai bin Salul, gembong munafiqin Madinah. Isi tuduhan itu adalah bahwa Aisyah ra telah berbuat selingkuh dengan seorang lelaki bernama Shofwan bin Muathal. Padahal bagaimana mungkin Aisyah ra akan melakukan perbuatan itu setelah Allah swt memuliakannya dengan Islam dan menjadikannya sebagai istri Rasulullah saw. Namun karena gencarnya Abdullah bin Ubai bin Salul menyebarkan kebohongan itu sehingga ada beberapa orang penduduk Madinah yang tanpa tabayyun, koreksi dan teliti ikut menyebarkannya hingga hampir semua penduduk Madinah terpengaruh dan hampir mempercayai berita tersebut. Tuduhan ini membuat Aisyah ra goncang dan stress, bahkan dirasakan pula oleh Rasulullah saw dan mertuanya. Akhirnya Allah swt menurunkan ayat yang isinya : mensucikan dan membebaskan Aisyah ra dari tuduhan keji ini

"Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita bohong itu adalah dari golongan kamu juga. Janganlah kamu kira bahwa berita bohong itu buruk bagi kamu bahkan ia adalah baik bagi kamu. Tiap-tiap seseorang dari mereka mendapat balasan dari dosa yang dikerjakannya. Dan siapa di antara mereka yang mengambil bahagian yang terbesar dalam penyiaran berita bohong itu baginya azab yang besar. " QS. Cahaya (An-Nūr) : 11 

"Mengapa di waktu kamu mendengar berita bohong itu orang-orang mukminin dan mukminat tidak bersangka baik terhadap diri mereka sendiri, dan (mengapa tidak) berkata: "Ini adalah suatu berita bohong yang nyata". QS. Cahaya (An-Nūr) : 12 

2. Timbul kecemasan dan penyesalan.

Di antara shahabat yang terpengaruh oleh berita dusta yang disebarkan oleh Abdullah bin Ubai bin Salul itu adalah antara lain Misthah bin Atsasah dan Hasan bin Tsabit. Mereka itu mengalami kecemasan dan penyesalan yang dalam setelah wahyu turun dari langit yang menerangkan duduk masalahnya. Mereka merasakan seakan-akan baru memasuki Islam sebelum hari itu, bahkan kecemasan dan penyesalan tersebut tetap mereka rasakan selamanya hingga mereka menemui Rabbnya.
Allah swt telah memperingatkan kita akan hal ini dengan firman-Nya: 
“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu
 menyesal atas perbuatanmu itu. QS. Al Hujurat (49) : 6

3. Terjadinya kesalahfahaman bahkan pertumpahan darah.

Usamah bin Zaid ra bertutur: Rasulullaah saw telah mengutus kami untuk suatu pertempuran, maka kami tiba di tempat yang dituju pada pagi hari. Kami pun meyerbu musuh. Pada saat itu saya dan seorang dari kaum Anshar mengejar salah seorang musuh. Setelah kami mengepungnya, musuh pun tak bisa melarikan diri. Di saat itulah dia mengucapkan Laa Ilaaha Illallaah. Temanku dari Anshar mampu menahan diri, sedangkan saya langsung menghujamkan tombak hingga dia tewas. Setelah saya tiba di Madinah, kabar itu sampai kepada Rasulullah saw. Beliau bersabda:” Hai Usamah, mengapa engkau membunuhnya setelah ia mengucapkan Laa Ilaaha Illallaah ? Saya jawab:” Dia mengucapkan itu hanya untuk melindungi diri”. Namun Rasulullah saw terus mengulang-ulang pertanyaan itu, hingga saya merasa belum pernah masuk Islam sebelumnya (HR.Bukhari). Dalam riwayat Muslim, Nabi saw bertanya kepada Usamah dengan “Apakah kamu telah membedah hatinya?”.
Hadits ini memberi pemahaman bahwa Nabi saw marah kepada Usamah bin Zaid ra karena ia telah membunuh musuhnya yang telah mengucapkan Laa Ilaaha Illallaah, hingga Nabi saw bertanya “Apakah engkau telah teliti dengan jelas (tabayyun) sampai ke lubuk hatinya bahwa ia mengucapkan Laa Ilaaha Illallaah itu karena ia takut senjata dan ingin melindungi diri….dan seterusnya?”.
Penyebab tiada tabayyun
1. Pada masa kanak-kanak.

Sesorang yang hidup di bawah asuhan orang tua yang tidak memiliki sikap tabayyun, maka sikap tersebut kelak akan meresap ke dalam jiwa anaknya hingga akhirnya anak itupun menjadi potret dari kedua orang tuanya yaitu tidak memiliki sikap tabayyun.
2. Tertipu oleh kefasihan kata.

Adakalanya telinga seseotrang itu jika mendengarkan kata-kata manis dan menarik lantas menjadi tertipu, padahal itu hanyalah rayuan dan bunga-bunga perkataan, sehingga ia lalai dan tidak tabayyun. Karena itulah Nabi saw bersabda tatkala merasakan gejala ini, “Sesungguhnya kalian mengajukan perkara kepadaku, dan barangkali sebagian dari kamu lebih pintar berbicara dengan alasan-alasannya daripada yang lain, maka barangsiapa yang aku putuskan dengan hak saudaranya karena kepintarannya bermain kata-kata, maka berarti aku telah mengambilkan untuknya sepotong bara api neraka, maka janganlah ia mengambilnya” HR. Bukhari.
3. Lalai terhadap dampak buruknya.

Seseorang tidak menyadari bahaya buruk meninggalkan tabayyun. Padahal akibatnya akan mencemarkan nama baik orang, penyesalan diri dan lainnya.
Terapi terhadap sikap tiada tabayyun

1. Senantiasa meningkatkan ketaqwaan, karena salah satu di antara keutamaan taqwa adalah Allah akan memberikan ‘Furqan’ kepadanya, yaitu kemampuan membedakan yang haq dari yang batil, yang benar dari yang bohong 

" Hai orang-orang beriman, jika kamu bertakwa kepada Allah, Kami akan memberikan kepadamu Furqaan. Dan kami akan jauhkan dirimu dari kesalahan-kesalahanmu, dan mengampuni (dosa-dosa)mu. Dan Allah mempunyai karunia yang besar". 
QS. Al 'Anfal : 29.
2. Bergaul dengan orang-orang yang memiliki sikap tabayyun. Hal ini akan banyak memberi manfaat baginya kepada sikap kritis, penuh pemikiran dan pertimbangan hingga ia selamat dari ketergelinciran dan salah langkah dalam mengambil langkah dan tindakan.
3. Membaca, memahami,merenungi dan mengamalkan ayat-ayat yang membahas tabayyun
Misal : 
QS. Al Hujurat : 6
" Hai orang-orang beriman, jika datang kepadmu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu".

QS. An Nisaa : 94
" Hai orang-orang beriman, apabila kamu pergi (berperang) di jalan Allah, maka telitilah dan janganlah kamu mengatakan kepada orang yang mengucapkan "salam" kepadamu: "Kamu bukan seorang mukmin" (lalu kamu membunuhnya), dengan maksud mencari harta benda kehidupan di dunia, karena di sisi Allah ada harta yang banyak. Begitu jugalah keadaan kamu dahulu, lalu Allah menganugerahkan nikmat-Nya atas kamu, maka telitilah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan".

4. Membiasakan diri untuk selalu berprasangka baik terhadap muslim lainnya

"Mengapa di waktu kamu mendengar berita bohong itu orang-orang mukminin dan mukminat tidak bersangka baik terhadap diri mereka sendiri, dan (mengapa tidak) berkata: "Ini adalah suatu berita bohong yang nyata". QS. Cahaya (An-Nūr) : 12 

Sementara diayat lain Allah swt juga mengingatkan: 
“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungjawabannya. QS. Al Isra (17):36

Kehati-hatian dan ketelitian dalam menerima suatu kabar / berita itu akan menghindarkan kita dari perbuatan memfitnah dan ghibah (bergunjing), apalagi yang kita pergunjingkan itu adalah saudara kita sendiri (sesama muslim).

Didalam Al-Qur’an dinyatakan bahwa hal tersebut sama saja halnya kita memakan bangkai saudara kita sendiri.
“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebahagian kamu menggunjing sebahagian yang lain. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati. Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.”
QS. Al Hujurat (49) :12

Jadi dari beberapa firman Allah swt diatas jelaslah bahwa berhati-hati, meneliti serta check and re-check terhadap suatu masalah atau berita yang kita terima adalah merupakan kewajiban kita dan juga kita harus ingatkan kepada saudara kita yang lainnya.

” Ya Allah, lapangkanlah dada kami, tenangkanlah jiwa dan fikiran kami, karuniakanlah sifat tabayyun pada diri kami, sehingga kami dapat menyikapi semua berita yang sampai kepada kami dengan benar sesuai kehendak-Mu”.

Semoga Allah swt selalu membimbing kita semua ke arah jalan yang benar dengan menunjukkan segala sesuatu yang benar itu nyata benarnya. Serta memperlihatkan yang bathil itu nyata benar kelihatan bagi kita kebathilannya dan semoga Allah swt juga menggiring kita untuk menjauhi hal tersebut sejauh-jauhnya.
Semoga bermanfaat…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar